Sebagaimana
yang telah disebutkan dalam tulisan terdahulu tentang Resonansi, yaitu yang
secara definitive resonansi dalam ilmu fiskia adalah : merupakan
proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang bergetar,
yan mana hal ini bisa terjadi
dikarenakan suatu benda bergetar pada frekwensi yang sama dengan frekwensi
benda yang terpengaruhi Maka begitu juga dengan Al Qur’an, dia mempunyai energy resonansi yang sangat
dahsyat. Berikut ini mari kita coba menggali dan mengkaji sedahsyat apa Energi
Resonansi yang ada dalam kitab suci Al Qur’an itu.
Energi resonansi yang ada
dalam Al Qur’an sangatlah besar. Sehingga, segala yang memiliki kesamaan
frekuensi dengannya akan bergetar hebat. Semakin presisi kesamaannya, semakin
kecil noise-nya, dan semakin dahsyat pula resonansi yang terjadi.
Sehingga, tidak
heran, Allah sampai memberikan perumpamaan tentang hancurnya gunung, ketika Al
Qur’an diturunkan kepadanya. Sebagaimana yang tersebut dalam Surah Al-Hasyr, ayat : 21
‘’Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini
kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk hancur berantakan
disebabkan ketakutannya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat
untuk manusia supaya mereka berpikir.’’
Kalimat penutup pada ayat di atas sangatlah menarik: ...watilkal amtsaalu nadlribuhaa
linnaasi la’allahum yatafakkaruun – ‘’dan perumpamaan ini Kami buat untuk
manusia supaya mereka berpikir (secara ilmiah).’
Ya,istilah tafakkur di dalam al Qur’an
bermakna berpikir secara ilmiah, tentang segala ciptaan Allah. Sehingga
melibatkan logika, rasionalitas, analisa empirik, dan sebagainya secara
obyektif. Berbeda dengan tadzakkur
yang bermakna ‘merasakan’ kehadiran Allah, secara subyektif.
Al Qur’an mengandung energi yang sangat besar bagi siapa
saja yang matching dengan frekuensinya. Bagi gunung yang tidak berakal,
energi Al Qur’an akan bersifat menghancurkannya secara fisikal jika
diresonansikan kepadanya. Karena, sesungguhnya energi Al Qur’an itu bukan
tersimpan di dalam tulisan-tulisannya – sehingga ada orang yang menggunting
lembaran Al Qur’an untuk menjadi jimat – melainkan tersimpan di dalam maknanya.
Hanya mereka yang faham secara maknawi saja yang akan merasakan resonansinya. Semakin
paham, semakin dahsyat pula getarannya.
Energi makna itu jika diturunkan kepada makhluk berakal akan
terserap sebagai potensi yang sangat besar, yang bisa menghancurkan dunia, atau
sebaliknya mensejahterakannya, bergantung pada keimanan. Bagi mereka yang tidak
beriman, atau apalagi ingkar, potensi yang besar justru sangat membahayakan
kehidupan. Sementara, bagi mereka yang beriman, potensi yang besar itu akan
sangat bermanfaat untuk membangun kehidupan yang lebih baik. Yang rahmatan
lil alamin.
Resonansi pada benda mati, yang berasal dari sumber
frekuensi super besar seperti itu, bisa sangat membahayakan. Ibarat ada suara
pesawat supersonik yang terbang rendah, bakal menghancurkan kaca-kaca jendela
dikarenakan kerasnya suara, yang disebut sonic boom. Hal seperti ini,
juga diinformasikan oleh Al Qur’an saat menceritakan hancurnya kaum Tsamud. QS. Huud : 67. ‘’Dan suara yang
menggelegar menghancurkan orang-orang zalim itu (kaum Tsamud). Lalu mereka mati
bergelimpangan di kediamannya.’’
Maka, perumpamaan hancurnya gunung itu adalah menunjukkan
betapa besarnya energi yang tersimpan di dalam Al Qur’an. Yang jika
dikonsentrasikan bisa menjadi gelombang suara yang menghancurkan secara
fisikal, ataupun menghanguskan segalanya seperti terkena cahaya laser. Tak ada
benda mati yang sanggup menerima konsentrasi energi itu secara fisikal. Bahkan,
planet Bumi sekalipun.
QS. Ar
Ra’d : 31 ‘’Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan
itu gunung-gunung dapat diguncangkan atau bumi jadi terbelah, atau oleh
karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara, (niscaya itulah Al
Quran). Sebenarnya segala urusan itu adalah milik Allah. Maka tidakkah
orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki
tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya...’’
Berbeda dengan manusia, yang memiliki akal kecerdasan,
energi besar itu akan ‘tenggelam’ di dalam gelombang informasi yang tersimpan
di dalam makna ayat-ayat-Nya dan terserap dalam potensi kejiwaan kita, yang
kelak disalurkan dalam bentuk karya-karya yang menyejahterakan kehidupan
manusia beserta peradaban yang menyertainya. Atau, bisa juga, menjadi
penghancur kehidupan kita sendiri jika potensi semacam itu berada di tangan
orang-orang yang zalim.
Itulah sebabnya, badan Rasulullah bergetar hebat ketika
beliau menerima wahyu Al Qur’an yang berenergi sangat besar itu. Resonansinya
menggetarkan pusat kecerdasan spiritual beliau sedemikian dahsyatnya. Dan
itulah yang oleh Al Qur’an disebut sebagai fuaad,
yang berfungsi sebagai mata batin dalam berinteraksi spiritual, sebagaimana
saya jelaskan pada tulisan sebelumnya. Bahwa, fuaad Rasulullah tidak mendustakan apa yang dilihatnya.
Kisah tentang gemetarnya Rasulullah saat menerima wahyu itu
terjadi pada saat beliau sedang di gua Hira’. Demikian gemetar dan menggigilnya
beliau, sehingga saat pulang kerumah minta diselimuti oleh istrinya, Siti
Khadijah. Sebuah rasa ketakutan dikarenakan resonansi energi yang demikian
dahsyat. Istilah ‘ketakutan’ ini juga digunakan untuk menjelaskan gunung saat
ia hancur berantakan, jika Al Qur’an itu diturunkan kepadanya.
Gemetaran yang disebabkan oleh turunnya energi spiritual itu
memang bukan hanya menyentuh pusat kecerdasan di fuaad saja, melainkan lantas merembet menggetarkan qalbu, dan akhirnya sampai ke
permukaan kulit. Artinya, seluruh tubuh akan bereaksi menerima curahan potensi
energi yang sangat besar itu.
QS.
Az Zumar (39): 23. ‘’Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu)
Al Quran yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. “Gemetar” karenanya ”kulit” orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan ” hati” (qalbu) mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk
Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpin pun.’’
Getaran energi makna yang masuk secara spiritual dan
kemudian merembet ke seluruh penjuru tubuh secara fisikal itu akan menjadi
tenang kembali ketika kita berdzikir kepada Allah. Mengingat dan merasakan
kehadiran Allah sebagai Sang Pemberi Petunjuk. Dan itu, dirasakan oleh
Rasulullah setelah beliau bisa ditenangkan oleh istrinya dan pendeta Waraqah
bin Naufal, yang meyakinkannya bahwa peristiwa itu adalah turunnya wahyu dari
Allah Sang Maha Agung.
Dengan turunnya energi makna yang sedemikian dahsyat dari
dalam firman-firman Allah itu, maka beliaupun menjadi seorang manusia teladan
yang mengubah dunia. Karya-karya dakwahnya memancarkan cahaya yang terang
benderang bagi peradaban manusia. Yang resonansinya, menyebabkan umat Islam
mencapai zaman keemasannya di abad-abad yang lalu.
Lantas kenapa sekarang umat Islam mengalami kemunduran yang
luar biasa dibandingkan zaman itu? Secara teori resonansi, penjelasannya
menjadi sangat sederhana. Dikarenakan, banyak diantara kita yang tidak lagi
teresonansi oleh kepribadian Rasulullah dan pancaran energi Al Qur’an itu.
Kenapa tidak teresonansi? Karena, frekuensi jiwa kita tidak seperti Rasul.
Beliau lembut, kita kasar. Beliau suka memaafkan, kita suka mendendam. Beliau
ikhlas, kita penuh pamrih. Beliau penuh kasih sayang, kita penuh dengan amarah.
Beliau berakhlak mulia, sedangkan akhlak kita ‘entahlah’..!
Mudah-mudahan Ramadhan yang baru saja kita lewati mampu melembutkan kembali frekuensi jiwa kita
selembut Rasulullah, sehingga petunjuk Allah akan meresonansi jiwa kita menjadi
nafsul muthmainnah, kualitas tertinggi
seorang manusia, yang membawa manfaat sebesar-besarnya buat lingkungannya.
Wallahu a’lam bissawab.